{"id":2162,"date":"2016-07-05T13:30:36","date_gmt":"2016-07-05T06:30:36","guid":{"rendered":"http:\/\/www.pugam.com\/?p=2162"},"modified":"2016-11-13T23:13:02","modified_gmt":"2016-11-13T16:13:02","slug":"bahaya-dibalik-sabun-antibakteri-yang-mengandung-triclosan","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/www.pugam.com\/2162\/bahaya-dibalik-sabun-antibakteri-yang-mengandung-triclosan\/","title":{"rendered":"Bahaya Dibalik Sabun Antibakteri yang Mengandung Triclosan"},"content":{"rendered":"
<\/p>\n
PUGAM.com<\/strong> – Sebuah studi terbaru menyimpulkan<\/a>, sabun antibakteri yang mengandung bahan kimia triclosan ternyata tidak lebih baik dari sabun konvensional dalam hal menghilangkan bakteri dari tangan Anda. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang perlu atau tidaknya penggunaan bahan kimia yang berpotensi berbahaya dalam sebuah produk.<\/p>\n Pasar sabun antibakteri adalah bisnis menggiurkan di Amerika Serikat, nilainya mencapai US$1 miliar per tahun atau sekitar 13 triliun rupiah. Namun, bahan agen yang biasa digunakan dalam sabun antiseptik ini adalah triclosan, bahan yang telah dikaitkan dengan isu-isu kesehatan termasuk resistensi antibiotik, alergi dan gangguan pada sistem hormon mamalia.<\/p>\n Ini mengkhawatirkan, satu studi bahkan menemukan adanya potensi karsinogenik<\/span>, salah satu penyebab penyakit kanker. Efek yang berpotensi membahayakan ini telah mendorong US Food and Drug Administration<\/em> untuk menyelidiki lebih jauh mengenai keamanan produk, dan mungkin mereka akan mulai membatasi penggunaannya.<\/p>\n Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Antimicrobial Chemotherapy<\/em><\/a>, telah melihat efek buruk dari sabun antibakteri terhadap 20 jenis bakteri berbahaya termasuk Escherichia coli<\/em>, Listeria monocytogenes<\/em>, dan Salmonella enteritidis<\/em>. Peneliti menempatkan bakteri tersebut dalam sebuah cawan yang sudah disertai cairan sabun antibakteri, cawan kemudian dipanaskan pada suhu 22 derajat Celcius hingga 40 derajat Celcius selama 20 detik.<\/p>\n Selain percobaan tersebut, mereka pun menguji sabun antibakteri langsung pada manusia dengan melibatkan seorang relawan. Pertama, tangan relawan dilumuri dengan bakteri Serratia marcescens<\/span><\/em> (jenis bakteri yang biasa ditemukan di kamar mandi), kemudian sang relawan diminta untuk mencuci tangan selama 30 detik, baik dengan sabun konvensional maupun dengan sabun antibakteri yang mengandung 0,3% triclosan, merupakan kadar triclosan maksimum yang diperbolehkan dalam produk yang dijual di Uni Eropa, Kanada, Australia, Cina dan Jepang.<\/p>\n Setelah gagal menemukan perbedaan efek dalam hal bakterisida antara kedua jenis sabun tersebut, para peneliti kemudian mengamati untuk melihat seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh triclosan untuk membunuh bakteri. Menggunakan konsentrasi yang sama dengan sebelumnya, peneliti menemukan bahwa sabun antibakteri hanya efektif jika mikroorganisme atau bakteri dalam keadaan terendam oleh larutan sabun selama lebih dari sembilan jam<\/strong>.<\/p>\n Para peneliti ingin menunjukkan bahwa orang-orang yang membeli sabun antibakteri harus dibuat sadar bahwa produk yang mereka beli mungkin tidak akan seefektif seperti yang mereka bayangkan sebelumnya. Dengan cara mencuci tangan biasa seperti yang kita lakukan selama ini, sabun antibakteri yang tersedia di pasaran tidak akan efektif menghilangkan bakteri di tangan.<\/p>\n “Produk yang membingungkan konsumen dan membesar-besarkan evektivitasnya harus mulai dilarang,” ujar Min Suk Rhee, salah satu peneliti dalam studi ini.<\/p>\n Sumber<\/a><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"PUGAM.com – Sebuah studi terbaru menyimpulkan, sabun antibakteri yang mengandung bahan kimia triclosan ternyata tidak lebih baik dari sabun konvensional \n ...<\/a>","protected":false},"author":3,"featured_media":2163,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":"","two_page_speed":[]},"categories":[276],"yoast_head":"\n